Penyadartahuan Masyarakat
Di Taman Nasional Komodo, inisiasi berbasis masyarakat dimulai di Kampung Komodo, yang terletak di Pulau Komodo, dengan warga lokal yang memiliki kemampuan memahat kayu dan didukung oleh taman nasional untuk memproduksi dan menjual kerajinan tangannya. Kerajinan patung ini melambangkan hidupan liar, khususnya Biawak Komodo dalam postur yang beragam, termasuk pertarungan Biawak Komodo jantan. Hidupan liar lain seperti rusa dan kerbau juga dipahat. Kerajinan patung ini kemudian dijual ke turis di pelabuhan Pulau Komodo. Belakangan ini pengunjung daerah Sunda Kecil juga dapat menjumpai kerajinan ini di kota dan bandara juga. Kegiatan pemahatan kayu didasarkan pada pemotongan kayu yang berkelanjutan dan ketat, dan sekarang menjadi salah satu kegiatan menguntungkan bagi warga di dalam Taman Nasional Komodo.
Di Flores, Biawak Komodo dilindungi di empat cagar alam yang berlokasi di pesisir barat dan utara Pulau Flores. Upaya konservasi kemudian diadakan oleh NGO kami Komodo Survival Program di Cagar Alam Wae Wuul, dan tiga lokasi konservasi yang berdekatan di daerah Wolo Tadho, Riung, dan Pulau Tujuh Belas di kelurahan Pota.
Kehadiran Biawak Komodo di kelurahan Pota diukur melalui program survey terbaru kami di garis pantai Flores. Ini adalah populasi terpenting yang ditemukan sejauh ini di area hutan musim kering yag tidak dilindungi di sebelah timur batas Pulau Tujuh Belas. Pesisir utara Flores diketahui sebagai tempat tinggal Biawak Komodo paling timur di Indonesia dan memiliki populasi kadal yang bervariasi secara genetik dan masih steril dari industri pariwisata skala besar. Biodiversitas dikenali oleh pemerintahan lokal, namun pengukuran proteksi dan infrastruktur masih baru dimulai dan membutuhkan banyak dukungan eksternal. Sejumlah inisiasi konservasi penting dilakukan di Flores Utara telah dijelaskan dalam laporan ini. Ancaman langsung dan tidak langsung terhadap Biawak Komodo telah menurun secara bertahap namun signifikan dengan dukungan pendekatan konservasi yang terintegrasi pendidikan masyarakat dan sekolah dasar yang kuat. Sebagai tambahan, komponen penting lain seperti pendekatan pembangunan berklenjutan melalui peluang pendapatan alternatif seperti Taman Nasional Komodo, seperti pembuatan patung kayu kini menjadi aset ekonomi skala kecil di daerah tersebut.
Sebanyak 11 orang dari dua desa di kelurahan Pota (Nanga Mbaur dan Nampar Sepang) dan dua desa dari Cagar Alam Riung (Nanga Mese dan Sambinasi) diundang ke Taman Nasional Komodo untuk mengunjungi pembuat kerajinan patung kayu.
Sebuah seminar jangka pendek kemudian diadakan dimana warga dari Flores Utara bertemu dengan warga dari Taman Nasional Komodo beberapa kali untuk mempelajari kebutuhan sehari-hari untuk bisa hidup bersama dengan Biawak Komodo di hutan terdekat dan praktek ekoturisme. Pertemuan-pertemuan tersebut difokuskan kepada potensi keberadaan Biawak Komodo untuk pengembangan ekoturisme dan termasuk pelatihan praktis dimana pengrajin Kampung Komodo mendemonstrasikan langkah-langkah dalam pembuatan patung kayu Biawak Komodo. Ini adalah langkah penting dimana beberapa orang dari daerah yang berbeda-beda di Sunda Kecil dengan potensi yang sama untuk pembangunan berkelanjutan di area yang ditinggali oleh Biawak Komodo bertemu dan bicara mengenai rencana transfer pengetahuan di masa mendatang. Partisipan juga mendapatkan kesempatan untuk mengamati Biawak Komodo dekat dengan turis dan aktivitas ekonomi dilakukan oleh warga lokal (misalnya menjual patung pada turis dan menjadi pemandu turis). Kami meyakini bahwa inisiasi akar rumput ini akan sangat penting dan menjadi salah satu alternatif tambahan untuk menunjang perekonomian daerah dan membantu upaya konservasi dalam mempertahankan populasi Biawak Komodo di Flores Utara.